Kenapa Saya Memilih Menjadi Komposer Daripada Seorang Penyanyi? – #DSBlog

Assalamu ‘Alaykum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

Timika, 13 Juli 2021 | Setelah sekian lama saya tidak memberikan statement saya melalui blog di situs resmi saya ini, okelah, saya berpikir bahwa saya harus mulai menjawab pertanyaan yang ada benak para audiens saya. Tentang kenapa saya meninggalkan musik-musik Islam, dan malah menjadi seorang komposer musik-musik yang lebih cenderung ke arah musik-musik yang ada di gereja. Karena jujur, selama dua bulan ini, saya mendapatkan banyak pertanyaan mengenai alasan pasti saya melakukan hal itu. Dan daripada saya terus diam, saya akan menjawab di tulisan ini.

Semenjak rilisnya single “Alhamdulillah“, jujur saya ingin mengakhiri karir musik saya selama beberapa waktu supaya saya dapat fokus pada hal-hal lain. Beberapa bulan setelah itu, perusahaan saya lebih saya fokuskan untuk melakukan pengokohan brand seperti melakukan personalisasi dengan profil-profil saya di DSPs dan mengklaim berbagai platform supaya branding kami lebih stabil (terutama branding saya sendiri, karena saya adalah ujung tombak dari ANDA Entertainments Records). Dan dalam beberapa bulan kedepannya, semuanya telah berjalan dengan cukup baik.

Sebenarnya ketertarikan saya dengan musik klasik adalah sejak saya pertama kali jatuh cinta pada musik, yakni sebagimana yang sudah kalian ketahui, sejak saya pertama kali ditunjuk sebagai konduktor (atau kalau bahasanya anak SD adalah dirijen) di grup paduan suara di SD saya sewaktu saya masih di Timika. Kalian tahu bahwa menjadi seorang konduktor musik sangat erat dengan musik-musik yang cenderung klasik. Dan bagi saya sendiri, musik-musik klasik memiliki makna yang sangat dalam yang membuat saya nyaman dan ingin mempelajarinya. Sewaktu saya pindah ke Lamongan, lagi-lagi saya ditunjuk sebagai konduktor di grup paduan suara karena guru-guru saya tahu bahwa saya sangat ahli dalam mengatur bagaimana melodi itu dimainkan dalam sebuah grup paduan suara. Pindah ke Lamongan, saya mempunyai banyak kesempatan untuk mempelajari lebih dalam mengenai musik. Meskipun, dari background orang tua dan keluarga saya sendiri tidak ada latar belakang musik sebagaimana biasanya musisi-musisi lain seperti Om Yusuf (Sami Yusuf) yang dimana beliau punya orang tua dan keluarga dari latar belakang pemusik, asal kalian tau, bahwa ayah beliau, adalah seorang komposer terkenal di Iran dan ibu beliau, adalah wanita Azerbaijan, maka dari itu, kenapa Om Yusuf sering menyebut dirinya sebagai seorang Azəri, yakni kependekan dari Azərbaycan İran, dan sering memakai kedua kebudayaan dalam musik-musiknya. Namun, karena saya sendiri mempelajari musik karena ketertarikan pribadi, saya mungkin tak terlalu semudah beliau ataupun musisi-musisi lain. Tapi bagaimanapun, keluarga saya tetap mendukung saya dalam minat besar saya dalam musik. Kembali ke laptop. Karena hal itu, saya dibelikan sebuah keyboard untuk saya bisa belajar musik lebih dalam. Berlanjut semasa SMP. Di masa-masa SMP, masih di Lamongan, kembali lagi saya dipercaya untuk mengisi posisi sebagai konduktor di grup paduan suara. Berhubung waktu SMP saya waktu itu menginginkan untuk mempunyai sebuah lagu mars sendiri, saya waktu itu diajak untuk menulis lagu, beserta komposisi dan melodi untuk mars itu. Bersama guru bahasa Indonesia saya, kami berhasil menciptakan lagu mars untuk SMP saya itu. Itulah lagu pertama yang saya tulis, yang waktu pada tahun 2016.

Dan seperti yang kalian ketahui, pada akhir tahun 2017, ANDA Entertainments berdiri, dan saya ditunjuk untuk menangani segala hal mengenai musik. Dan seperti yang kalian ketahui, kami pernah bekerja untuk Awakening Music, sebuah label rekaman yang menaungi musisi-musisi Muslim, dimana hampir sebagian besar lagunya adalah lagu yang bernuansa Islami. Dan waktu terus berjalan, sampai pada bulan Maret 2018, album pertama saya yang berjudul “What I Would Do?” berhasil tercipta meskipun berisi 8 tracks. Dan pada bulan Mei 2018, kami memutuskan untuk mengekspansi ANDA Entertainments, dan karena waktu saya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman saya, Timika, untuk menuntut ilmu dan mengejar mimpi saya. Dan di suatu hari menjelang hari pertama saya bersekolah di Timika, memang saya tak sengaja mendengar komposisi milik Mozart yakni “Turkish March”. Hal itu semakin saya lebih banyak menjelajahi musik-musik klasik dan saya juga mendengarkan lagu “Fur Elise” milik Ludwig Van Beethoven. Di hari-hari pertama saya di SMA, kembali saya dipercaya untuk menjadi seorang konduktor di grup paduan suara sekolah, karena ada salah satu teman lama saya kala SD yang bersekolah di SMA saya itu. Dan saya lebih sering berdiskusi dengan anak-anak padus itu, dan salah satu teman saya di padus itu ada yang kenal dengan salah satu komposer musik di Gereja Timika Tiga Raja. Alhasil saya diperkenalkan pada beliau, dan disitulah saya belajar lebih dalam tentang musik-musik klasik dan musik-musik Gereja. Saya juga dekat dengan NU di Timika. Kalian pasti tahu bahwa lagu “Because of You” sedikit memiliki unsur-unsur kekristenan didalamnya, itu karena saya memiliki misi untuk berusaha menyatukan kedua musik antara musik Islami dengan musik-musik Gereja, tapi lagu itu saya tujukan kepada Allah. Dan pada bulan Agustus, album kedua saya yang berjudul “Smile Because You” rilis. Kedua album sebenarnya bernuansa religi.

Memasuki tahun 2019, pada awal tahun saya berhasil menciptakan album ketiga yang berjudul “Let Me To Dream”. Di salah satu track, ada salah satu instrumental track yang dimana saya berkolaborasi dengan teman-teman dari Gereja Timika Tiga Raja. Pada tahun 2019, saya mendapat pengaruh yang luar biasa dalam bakat bermusik. Kalau sebelumnya saya hanya mempelajari musik klasik bernuansa Eropa, saya mulai mempelajari musik klasik bernuansa Timur Tengah. Karena relasi saya dengan Om Yusuf, membuat saya semakin tahu mengenai musik-musik Timur Tengah, Persia, Azərbaycan, dan Asia Selatan. Jujur itu, memperkaya wawasan saya di dalam musik. Dan selanjutnya kalian sudah tau.

Saya akan lanjutkan pada pasca-rilis dari single “Alhamdulillah“. Setelah rilisnya single itu, saya memutuskan untuk berhenti sejenak dari industri musik dan fokus pada pendidikan saya. Dan jujur, saya merasa kurang layak menyanyikan lagu-lagu bernuansa religi. Saya sendiri adalah seorang yang bebas dan terbuka, meskipun bisa dikatakan sebagai seorang Muslimah yang taat. Tapi, ada rasa tanggungjawab yang saya rasakan ketika saya menyanyikan lagu-lagu bernuansa religi. Dan saya merasa belum sempurna secara religius untuk menjadi semua itu. Selama masa-masa itu, entah kenapa saya melihat orang-orang dengan seenaknya menyanyikan lagu-lagu bernuansa religi dan mengklaim bahwa mereka seakan-akan Islami. Jujur itu membuat saya merasa prihatin dengan dunia saat ini. Berlanjut pada tahun 2021. Situasi Pandemic belum juga membaik, membuat kami terkadang harus bekerja dan belajar dari rumah. Dan kalian tahu bahwa sejak awal tahun ini, saya mulai menyukai game-game dari Rockstar, terutama GTA, RDR, dan Max Payne. Di game RDR dan Max Payne, jujur menurut saya, kedua game ini didukung oleh atmosfir musik yang sangat mendukung cerita dalam game itu. Dan kebanyakan bernuansa klasik, apalagi RDR 2. Saya mulai kembali tertarik untuk kembali ke industri musik. Tapi sebenarnya bukan hanya itu alasan saya memilih untuk menjadi seorang komposer dan instrumentalis. Saya meminta petunjuk Allah melalui Qiyamullail dan Allah seperti memberikan keyakinan pada saya untuk kembali ke industri musik. Dan akhirnya saya mulai membicarakannya dengan Guru musik saya, komposer musik gospel, Pak Joseph. Beliau dari awal, memang seperti sudah melihat bakat natural saya dalam bermusik yakni dalam musik klasik. Dan beliau memang menginginkan saya untuk menjadi salah satu komposer hebat di suatu saat nanti. Maka dari itu, dari awal saya belajar pada beliau, beliau membimbing saya dengan keras, seperti tak membiarkan saya melakukan kesalahan. Dan setelah itu, saya diajak oleh grup orkestra beliau untuk mendirikan sebuah organisasi musik. Berhubung saya memang sudah mengetahui tentang industri musik dan memiliki bekal untuk itu. Dan sebelumnya kami pernah bekerjasama dalam sebuah konser orkestra di Timika. Kami menamai organisasi kami dengan “Classiceastique Foundation” yang menjadi sebuah genre musik baru saya dan beberapa teman lainnya. Classiceastique memiliki akar dari musik klasik Eropa dan Persia serta Azərbaycan. Gabungan dari masing-masing latar belakang kami semua, dimana mereka yang sudah expert di musik klasik Eropa dan saya yang sudah expert di musik klasik Persia dan Azərbaycan. Dan projek pertama kami adalah sebuah album.

Pak Joseph membiarkan saya menulis semua komposisi dibawah bimbingan beberapa guru-guru dan komposer lain. Dan proses perekaman dilakukan di Timika, yakni di studio musik saya, DIANA Studios, di Classiceastique Hall di kawasan SP2 Timika, tempat kami berkumpul dan mendiskusikan hal-hal bersama, dan di Gereja Timika Tiga Raja. Akhirnya album ini berhasil dirilis pada tanggal 28 Mei 2021 dan kalian pasti tahu album apa ini, ya album “New Life“. Jujur pada waktu perilisan album tersebut, banyak audiens saya terutama dari Indonesia Barat, menyebut saya telah Murtad, menyebut saya Kafir, dan sebagainya. Karena yang selama ini mereka tahu bahwa saya bernyanyi lagu-lagu bernuansa religi. Saya sendiri tahu mereka dari golongan apa, tapi saya tidak ingin mengekspos mereka, karena jujur, bahkan lagu-lagu saya yang dulu pun, saya tak pernah targetkan untuk mereka. Kalian tahu bahwa saya adalah seorang Muslimah yang menjunjung sekularisme, dan saya tak terlalu memperdulikan extrimisme. Bahkan waktu itu, beberapa dari mereka menyebut saya sebagai seorang Shiah, karena saya bernyanyi dalam bahasa Farsi, dan saya pernah melontarkan pendapat saya mengenai Shiah, dimana saya mengakui Shiah sebagai bagian dari Islam. Tapi jujur, anggapan mereka itu tak mendasar. Disini saya tegaskan lagi, bahwa saya masih beragama Islam seperti sebelumnya, dan saya tetap seorang Muslimah yang beraliran Sunni (Ahlussunah/ASWAJA).

Saya sendiri berencana untuk merilis beberapa komposisi kedepannya yang dimana akan memiliki genre Classiceastique. Saya merasa sangat nyaman dengan diri saya saat ini, dengan saya sebagai seorang komposer dan instrumentalis. Lagipula, saya tidak melakukan hal buruk, tapi di setiap lagu-lagu saya, saya akan selalu memberikan sebuah makna meski melalui instrumen. Bagi kalian yang memiliki sense tinggi akan musik, pasti kalian akan mengetahuinya. Karena misi saya adalah memberikan apapun yang terbaik melalui musik-musik yang ciptakan.

Oke, kalian mengetahui alasan saya yang pertama, yakni mengikuti intuisi saya dan natural talent saya yakni di musik klasik. Kedua, alasan saya, adalah saya merasa prihatin dengan kondisi industri musik bernuansa Islami saat ini. Kalian pasti mengetahui, nama-nama penyanyi “Islami” setiap hari pasti terus bermunculan, dari dalam diri saya mengapresiasi apapun karya mereka. Tapi, saya ingin menanyakan mengenai tanggungjawab. Jujur, saya merasa tidak layak, meskipun saya Muslimah yang taat, tapi saya bukan dari kalangan pesantren. Meskipun saya mendapat dukungan dari berbagai organisasi dan LSM Islam besar, yang mensupport langkah-langkah saya dengan membantu kami untuk setiap lagu yang kami ciptakan. Tapi, kembali lagi, saya merasa ada beban pertanggungjawaban dari apa yang saya sampaikan. Saya bukan dari kalangan pesantren, yang tentunya pengetahuan religius saya tak sebanyak teman-teman santri kita. Oleh karena itu, saya merasa belum layak, dan ingin belajar agama lebih dalam lagi. Tapi kita semua tahu, kebanyakan orang yang melabeli musiknya dengan label “Nasyid” atau “Islami” padahal mereka tak memiliki tidak memiliki pemahaman agama yang dalam. Contohnya saja mbak NS yang waktu itu merilis lagu bersama Sabyan yang bernuansa Islami, langsung masuk playlist musik-musik Islam di beberapa DSPs. Jujur, saya merasa apakah itu layak? Pantaskah? Lagipula ada beberapa orang di luar negeri, yang berpakaian ketat tapi berhijab, menyanyikan lagu-lagu bernuansa Islami, masuk ke playlist musik-musik Islam di beberapa DSPs. Menurut pemahaman saya, hal itu kurang pantas. Saya sendiri terkadang meskipun berhijab, terkadang masih kurang tertutup. Salah satu alasan saya mengatakan diri saya belum layak menyanyikan lagu-lagu bernuansa Islami. Dan juga, beberapa waktu lalu, kita dikejutkan dengan sebuah berita mengenai mbak Annisa yang cukup menjadi perhatian. Menurut saya, itu secara tidak langsung meruntuhkan citra musik Islami. Waktu itu saya sampai menangis sambil mendengarkan lagu Om Yusuf, My Ummah, sehancur itukah generasi Islam kita saat ini? Dan juga masuknya Ali Magrebi ke jajaran artis Awakening Music, membuat saya semakin menjauhkan diri. Bahkan pada waktu Abah Mustafa sampai mengatakan “Wong iku gak pantes onok ning kunu (Anak muda itu ndak pantas ada di situ)” ketika Siti, teman saya, menanyakan mengenai Ali Magrebi kepada beliau. Beliau sangat mengetahui bagaimana sifat orang-orang yang berada di musik Islami. Alasan itulah yang membuat saya agak menyingkir dari hingar-bingar musik “Nasyid” dan musik “Islami” untuk saat ini.

Saya pikir, semua tulisan di atas bisa menjelaskan tentang mengapa saya saat ini memilih untuk menjadi seorang komposer dan instrumentalis ketimbang menjadi seorang penyanyi, apalagi penyanyi bernuansa religi. Dan saya tegaskan sekali lagi, saya sampai kapanpun tetap seorang Muslimah yang beraliran Sunni. Keimanan ini adalah sebuah anugerah yang harus saya jaga. Didalam hati saya, bergaul dengan siapa saja, bukan masalah, selama tidak menjerumuskan kita ke hal-hal buruk.

Oh iya, sa juga ingin membuat pengumuman. Banyak artis sering kali membuat jarak antara audiens dengan diri mereka, tapi saya tidak ingin seperti itu. Karena jujur, satu hal yang selalu diingatkan oleh Ibu, tetap rendah hati dan supel kepada semua orang, meskipun nanti saya telah dikenal luas oleh masyarakat. Saya tak ingin membuat jarak itu sebenarnya. Kalian bisa langsung mengobrol dengan saya, chatting dengan saya pribadi tanpa ada aling-aling apapun, di semua sosial media saya. Kalian tak perlu membooking saya untuk bisa mengobrol dengan saya. Kalian tak perlu seperti audiensnya Ayisha yang sore tadi saya dengar membuat pengumuman #EidWithAyisha dimana audiensnya harus mengirim email dan nanti timnya akan memilih siapa yang beruntung akan mengobrol dengan Ayisha di malam hari raya Idul Adha nanti. Saya sih tidak peduli dengan hal itu, tapi teman-teman saya apalagi si Adel tertawa terbahak-bahak mendengar hal tersebut. Wa Allahi, kalian tak perlu menunggu untuk bisa mengobrol dengan saya secara langsung. Saya bisa diajak bicara di Instagram, Twitter, atau bahkan di Telegram. Hah, Telegram? Ya, jika kalian menemukan profil saya di Telegram, kalian bisa sapa saya. Ketika saya online dengan ponsel kantor saya, yang Wiko itu, saya akan membalas dan dengan senang hati membantu kalian. Biasanya, orang-orang sering kali bertanya mengenai cara merilis lagu ke DSPs. Saya akan bantu sebisa saya. Tapi kalau mengobrol mengenai hal lain, saya juga tidak masalah, intinya monggo saja. Meskipun saya memiliki beberapa peraturan, yakni jang menanyakan nomor WhatsApp atau video call ataupun telepon dengan saya, semua demi privasi dan keamanan saya dan keluarga saya. Oke? Jadi jangan ragu-ragu untuk chattingan dengan saya, saya orangnya ramah kok 🙂

Saya pikir cukup yang bisa saya tulis di postingan kali ini. Semoga menjawab pertanyaan kalian. Dan mohon maaf, karena saya agak menyinggung beberapa poin sensitif, karena saya harus ekspos. Tiada gading yang tak retak. Tetap jaga kesehatan di masa seperti ini. Semoga Allah Memberkahi dan Melindungi kita selalu. Terima kasih, Salaam

Wa Assalamu ‘Alaykum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

Diana Susanti