Q&A Special: Bukan Nasionalisme, tapi Rasa Syukur

Assalaamu ‘Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

Mimika, 11 Januari 2023 | Oke kemarin sa sedikit tentang kam pu pertanyaan tentang sa pu kaitan dengan Shanna Shannon, yang mana sa kas jelas lagi sa tidak ada kaitannya deng de. Tapi sa sendiri memang sengaja memotong pertanyaan yang kam ajukan itu, supaya sa bisa kupas lebih lanjut tentang kam pu pertanyaan berikut:

“Apakah mbak Diana seorang Nasionalis? Jika iya, kenapa mbak juga angkat lagu kebangsaan Negara Lain? Dan jika tidak, kenapa mbak angkat Lagu-lagu Nasional Indonesia? Bisa mbak Jelaskan?”

Pertanyaan itu akan secara khusus sa urai disini, secara detail mengenai maksud sa mengenai Lagu-lagu Nasionalis yang sa kas angkat. Sekaligus menegaskan Visi sa dalam bermusik yang membedakan sa dari yang lain. Jadi langsung saja!

Kam melihat sa sebagai seorang Nasionalis karna sa kas angkat beberapa lagu Nasional yang memang Notable. Dan beberapa dari kam menyetarakan sa deng Shanna Shannon, karna kami kelihatan seusia, dan sama-sama perempuan. Sa pun tara apa-apa kam menyetarakan sa deng siapapun, bahkan dulu kam juga menyetarakan sa deng Ayisha yang kini kami memang saling mengenal dan ya bisa dikatakan lumayan dekat dalam satu payung. Tapi di sini sa mo membedah arah musik sa sebenarnya.

Jadi begini, sa akui, salah satu musisi yang membuka jalan sa ke dunia musik adalah mendiang Ismail Marzuki. Melalui “Gugur Bunga” beliau, sa jatuh cinta dalam musik, dan menekuninya. Sa pun juga mengakui bahwa memang “Gugur Bunga” adalah salah satu karya musik terhebat yang pernah ada di Dunia. Dengan metafora yang sangat dibangun oleh beliau, sa sangat menyukai kedalaman syair dan melodinya, yang sa sendiri jika menginterpretasikannya, sangat dalam dan bahkan sa tara bisa ungkapkan deng kata-kata.

Tapi kam harus tahu, musik sa sangat kompleks. Yang mana dipengaruhi berbagai warna musik. Salah satunya adalah Spiritique, yup Spiritique, Sami Yusuf punya. Sa mulai memasuki alam Spiritique pada awal 2018. Yang mana itupun bisa katakan, tara disengaja. Sami Yusuf bisa dikatakan memberi warna Transendental pada musik sa yang dulunya berwarna Humanis. Beliau melalui musiknya dan pengajarannya memberi sa filsafah baru mengenai Sang Kuasa, yang ternyata lebih Simple dari yang sebelumnya (kalo kam kas dengar album “Barakah” pasti paham deh, kalo kam mo kas paham dan merenunginya). Sami Yusuf memberikan sa pemahaman Esensial Sang Kuasa, pun kemudian sa temukan berbagai bukti scientific yang mendukung semua itu. Yang kemudian sa deskripsikan tahun-tahun ini sebagai Tahun Perjalanan Spiritual sa yang diuji mengenai Kebesarannya.

Mari sa skip sampai di seputar perilisan sa pu “Gugur Bunga”. Bisa dikatakan, sa pada periode tersebut juga memiliki rilisan “Shine” yang bisa sa juluki sebagai rilisan paling Dalam yang pernah sa miliki. Mari bicara mengenai “Gugur Bunga”. Jujur bagi sa itu adalah dilema, bukan mengenai makna esensialnya, tapi bagaimana masyarakat memaknainya. Kam tahu, sudah menjadi rahasia umum, bahwa “Gugur Bunga” secara tidak resmi menjadi lagu mengenai G30S, sejarah paling hitam bangsa ini.

Tapi kemudian, beliau menasehati sa bahwa sa harus lepaskan diri dari prejudice itu dan ikuti kata hati. Beliau menyuruh kami untuk menyatukan Cinta Kami dalam EP itu, alhasil “Syukur” yang merupakan komposisi favorit Angga (kam tahu siapa de). Dan sa pun kerjakan itu tepat setelah “Than You See”, yang direncanakan untuk rilis di hari Merah itu. Memang sa maksudkan “Than You See” sebagai kritikan tajam sa dan keluh kesah sa pada kesalahpahaman masyarakat bahwa semua yang kita lihat itu lebih dari yang kita lihat, merenungkan deng hati itu adalah jalan Ilahiah. In a nutshell, jang percaya deng apa yang kita lihat. Sa pun derive itu dari “Worry Ends” – Sami Yusuf.

Mengenai tanggal rilis dan Judul EP, sa merenung selama beberapa hari di tempat favorit sa di Papua, di salah satu tempat di Puncak Grasberg, Mimika. Sa merenungi apa yang akan sa jalani, dan akhirnya entah dari mana, kata “Sang Pahlawan Hati” ini muncul setelah sa berdiam diri. Sa pun memahami “Sang Pahlawan Hati” ini sebagai Baginda Rasulullah Saw. Karna beliaulah Pahlawan terbesar bagi hidup sa, bagaimanapun kam menganggapnya. Dan sa secara mantap memutuskan untuk merilisnya tanggal 10 November 2021, untuk mengembalikan esensinya “Gugur Bunga” yang dicipta mendiang Ismail Marzuki pada awal masa perang kemerdekaan dulu.

Disinilah cara sa memaknai “Gugur Bunga” memang sangat termixed up. Bukannya sa memandang Rasulullah gugur, tapi berpulangnya Rasulullah telah meninggalkan duka yang mendalam bagi kita semua. Sang Pahlawan Hati, Sang Kekasih Hati, Sang Cahaya Hati, telah dipanggil menghadap Sang Pemilik Kerajaan, kembali ke Sang Esensi. Itu makna sa dalam “Sang Pahlawan Hati”. Pun deng Syukur. Sa maksudkan itu bagaimanapun meski itu pahit, Takdir telah membawa kita bersama, meski kadang kita membenci takdir kita, tapi Syukur itulah yang membuat hati kita kaya, dengan mengkosongkan keikhlasan di Hati, itulah esensinya.

Dan akhirnya itupun rilis. Kam mulai menyadarinya dan mulai menyukainya. Sa sendiri bahagia kam suka itu. Akhirnya mulai sa disambut kembali, dan kemudian setelah sa sekembalinya dari sebuah festival musik di Ambon, dengan nasihat dari Sami Yusuf, dimana cobalah mensyukuri semua nikmat yang ada pada hidup sa, kami memutuskan untuk memilih beberapa komposisi lagu nasional yang menggambarkan alam dan cara mensyukurinya. Sa akui “Tanah Airku” itu kami kerjakan secara sangat sembrono, dan sa pun akui tidak puas deng itu. Sa berencana untuk melakukan remake pada komposisi itu dalam beberapa waktu mendatang. Akhirnya tibalah pada “Indonesia Pusaka”, disinilah kami benar-benar serius menggarapnya. Lagi-lagi, sa ingin sangat mensyukuri ada di Indonesia ini, di kepulauan Nusantara ini, tepatnya di tanah seindah Papua tempat sa berpijak ini. Benar-benar itu sebuah kolaborasi yang besar. Tapi disinilah uniknya, hampir 40% dari kedua rekaman itu tidak diselesaikan di Indonesia, tapi di Azerbaijan, UK, dan UAE. Pun memang sa tara ingin terlalu dekat deng Industri Jakarta yang telah menolak sa. Akhirnya itupun rilis deng apa yang kami harapkan.

Tapi dalam memahami rilisan sa, mari sa breakdown dan simplified semuanya. Coba kas perhatikan semua lagu Nasional yang sa rilis, mulai dari Syukur sampai Rayuan Pulau Kelapa. Bahkan yang dari bangsa lain yang sa angkat. Semuanya menyuarakan satu hal: Rasa Syukur. Meski ada beberapa yang unik semacam “Ku Lihat Ibu Pertiwi” yang sebenarnya adalah kritikan sa pada Pemerintah RI yang seakan terus abai merawat Ibu Pertiwi yang sakit ini. Aransemen untuk itu memang selesai tepat beberapa hari setelah “Indonesia Pusaka” selesai diproduksi. Tapi perekaman tara terlaksana sampai dengan setelah Idul Fitri, tepatnya baru terlaksana bulan Juni. Sebenarnya sa pun ketakutan untuk merilisnya karna itu adalah lagu rohani Nasrani yang berjudul “What A Friend We Have In Jesus”, yang sa sendiri su memainkannya ratusan kali di Katedral Tiga Raja Timika. Tapi akhirnya Allah kuatkan hati sa dan sa memohon perlindungan-Nya. Dan akhirnya itu rilis beberapa hari sebelum Idul Adha, menjelang juga dek Ayisha merilis “Rahman Ya Rahman”. Barulah kami baru bisa rilis itu di DSPs pada bulan Oktober lalu, setelah Lisensi Mekanikal turun.

Oke kam su mengetahui bagaimana gambaran sa. Tapi di sini adalah bagian menariknya. Sa bukanlah orang yang sangat nasionalis, bukan. Bahkan untuk kam ketahui, sa proposed juga untuk di MV “Gugur Bunga” atau di “Rayuan Pulau Kelapa” ini, ada dimasukkan beberapa klip yang sa rekam di Pantai Muzhappilangad, Kerala, di tugu Revolusi yang, ehmm, kam bisa lihat sendiri (ini bukan foto sa, tapi inilah yang sa maksud):

Tugu revolusi di Muzhappilangad Drive In Beach, Kerala, India (Sa tara bermaksud buruk, tapi memang itulah yang ada).

Yang harus di Cut dari final Video oleh Hasan karna super sensitive. Dan akhirnya kam dapat MV “Gugur Bunga” yang bisa kam tonton kini.

Sa memang berprinsip seperti Sami Yusuf, yakni lakukan apapun deng Musik, tapi jangan menanamkan Warna Agama, untuk hanya sekedar pengesahan untuk musik itu. Sa sangat menyadari dan mengetahui Musik deng Islam, sangat diperdebatkan dan kontroversial, sa sangat menyadari itu. Apalagi bagi sa yang secara eksplisit merilis Lagu-lagu natal pada Natal kemarin, sa tahu beberapa dari kam tidak menyukainya. Tapi sa punya maksud merilis itu. Tapi sa bersumpah tara akan membawanya lebih jauh lagi, karna sa hanya angkat yang Common, hanya itu, pun sa menyadari bahkan tanggal kelahiran Nabi Isa juga menjadi kontroversi. Tapi, sa tetap pada Iman sa. Nabi Isa adalah salah satu Utusan Allah, dan kita pun wajib mengimaninya sebagai Rasul. Oke kembali ke Laptop, sa ingin kam menyaksikan ini:

Sa akan memberi tambahan dari pernyataan Sami Yusuf tersebut, yakni juga jang beri warna Nasionalisme demi Angka. Lakukanlah musik sesuka kam, tapi jang kas warna Agama dan Nasionalisme untuk hal menjijikan yakni Marketing dan Angka. Sa pun tara peduli deng angka, bagi sa kam su mendengarkan sa itu su cukup, kam tara perlu follow sa. Follow dan bentuk dukungan lain yang kam berikan pada sa adalah bermakna tanggungjawab pada sa karna kam mempercayakan sa. Semakin banyak, maka tanggungjawab sa pun semakin besar. Dan tahun ini adalah titik balik sa, sa ingin kas murni semuanya. Sa bermusik untuk Cinta, oleh dari & untuk Cinta, hanya itu.

Sa memang sengaja merilis beberapa hal yang bagi beberapa orang menerobos batas antar bangsa. Seperti apa yang sa lakukan pada “Rayuan Pulau Kelapa”. “Rayuan Pulau Kelapa” meski memang adalah lagu nasional Indonesia, tapi sa ingin itu bermakna Universal, bukan hanya terbatas pada Nusantara, tapi semua tempat tinggal di bumi ini. Memang sa tara ada kapasitas untuk mengubah Liriknya terlalu jauh, tapi sa melalui aransemen instrumental, sa berusaha meng-Universalisassikan makna da pesan sa, bahwa dimanapun kaki berpijak, maka rasa syukur harus utama. Di aransemen tersebut juga kami menonjolkan unsur musik rakyat yang simple, yakni perpaduan Musik Keroncong dan Musik Qawwali, Indonesia – India. Sa sendiri tara ingin mengurung diri pada Indonesia, sa ingin makna musik sa universal, semua bisa menerima, dan menyisipkan makna Esensi Cinta di setiap musik sa. Sa tara ingin menjadi “Indonesia Banget!”, dan sa pun tara ingin mengurung sa pada Indonesia. Karna musik adalah bahasa paling Universal, diterima dan dinikmati oleh semua kalangan. Menurut sa jika kita hanya berfokus pada diri kita sendiri, sama seperti kita berteriak di dalam tempurung. Senada dengan Sami Yusuf, yang dalam wawancara tersebut berkeinginan untuk menembus segala batas dan dogma yang bisa dicapai oleh Musisi Muslim, yang mana yang dijadikan contoh adalah China, yang kini beliau bisa dikatakan sudah bisa sangat universal, bahkan di Dubai Expo kemarin, beliau sudah mencapai mimpinya untuk menyatukan musik Chinese dengan Musik Tradisional lainnya dari Jalur Sutra. Untuk itulah, alasan sa tara ingin terlalu dikatakan Nasionalis Indonesia.

Sa melihat Shanna memang gadis yang berbakat, yang memang memiliki potensi, tapi maaf sa tara melihat kecocokan antara sa deng de. Memang Indonesia butuh banyak orang seperti de, tapi jang coba-coba mengkomersialisasi itu! Sa pun agak menyayangkan deng de/manajemen de yang membranding de dengan jargon “Indonesia Banget!”, agak berlebihan menurut sa. Sa pun tetap pada moto hidup sa: “The Spiritually Love Being”, karna memang sa akui, hidup sa sangat bergantung pada Cinta-Nya. Semua takdir sa adalah Cinta yang Istimewa yang sa sangat syukuri. Sa berada di titik ini pun karna Cinta-Nya, hanya itu. Jika Dia mengambil Cinta-Nya, maka sa bukan apa-apa kini (sa maksud Literally). Makna sa pada Syukur akan Cinta itulah, yang menjadi landasan musik-musik sa juga.

Dan jujur, sa ingin tetap senyap dan jauh dari hingar bingar dunia industri di luaran sana. Karna sa tahu, dunia ini bukanlah apa-apa. Sa memang sangat diuji di industri apakah sa bisa tetap murni di perjalanan ini, dan sa pun melawan diri sendiri deng terus memperbanyak Istighfar hati. Kadang sa tersesat dan sangat ambisius dan sa berusaha keras melawan itu dalam diri ini. Sa hanyalah wanita yang tara bersih, penuh kesilapan di masa lalu. Dan sa pun berusaha menjaga kemurnian Ruh ini dari segala titik noda, agar ketika sewaktu-waktu sa kembali nanti, Ruh ini bisa sa kembalikan sebagaimana keadaan-nya diberikan kepada sa. Pun sa berusaha tanamkan dalam hati bahwa Jannah itu tara perlu dikejar, murnikan diri ini, dan Dia Lah Sang Maha Tahu. Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Wa Allahu ‘Alam Bi Sawwaf.

Sa pikir sekian yang bisa sa tulis, semoga menjawab pertanyaan kam pada sa. Tiada gading yang tak retak. Hasbi Rabbi Jalallah. Salaam

Wa Assalaamu ‘Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

Diana Susanti